Oleh: Sayifullah
Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Kemiskinan merupakan salah satu aspek yang berkaitan dengan masalah yang banyak dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di negara-negara maju pun masih terdapat penduduk miskin, kemiskinan adalah keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya untuk dapat hidup layak dan bermartabat.
Menurut World Bank, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk hidup layak dengan pendapatan per hari kurang dari US$ 2.
Persoalan kemiskinan juga menjadi persoalan yang dihadapi oleh negara Indonesia. Indonesia merupakan negara yang berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa dan saat ini telah lepas dari kategori developing and least-developed countries.
Tetapi faktanya, pada September 2021 terdapat 26,50 juta jiwa yang termasuk ke dalam kategori penduduk miskin. Angka ini lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi covid-19 di mana jumlah penduduk miskin pada September 2019 adalah sebanyak 24,78 juta jiwa (Statistik BPS).
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Lalu yang menjadi pertanyaan mendasar adalah sudahkah pembangunan selama ini dilaksanakan secara tepat dalam mengatasi persoalan kemiskinan? Respon dari pertanyaan ini akan mengundang jawaban yang beragam dan bergantung pada sudut pandang masing-masing pihak.
Faktanya saat ini kemiskinan telah menjadi sumber petaka bagi kelangsungan hidup umat manusia dan lebih jauh lagi akan mendorong disintegrasi sosial bagi bangsa Indonesia jika gagal dalam menanggulanginya.
Masalah kemiskinan haruslah ditempatkan menjadi bagian dari tanggung jawab bersama baik itu pemerintah, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat luas pada umumnya. Dengan demikian pemecahan masalah ini menjadi lebih sinergis, berdaya dan berhasil.
Memetakan Kemiskinan
Untuk menanggulangi persoalan kemiskinan secara utuh dan menyuluruh, tetap diperlukan suatu “peta jalan” yang terukur dan terarah yang menjadi rencana strategis dan rencana kebijakan.
Kalaupun sudah ada, maka perlu diadakan perbaikan dan penyesuaian jika ternyata dalam implementasi di lapangan menemui hambatan. Perubahan dan penyesuaian perlu dilakukan mengingat perubahan faktor internal maupun faktor eksternal yang sebelumnya tidak dapat diprediksi dengan pasti.
Sebelum sampai pada penetapan rencana strategis dan rencana kebijakan, perlu dianalisa dan dipahami terlebih dahulu mengenai profil dan struktur dari kemiskinan yang terjadi. Dilihat dari sumber penyebab kemiskinan, maka ada yang disebut sebagai kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.
Kemiskinan kultural berkaitan dengan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya. Melalui ukuran absolut, mereka dapat disebut miskin, tetapi mereka tidak merasa miskin dan tidak mau disebut miskin.
Artikel Terkait
Wapres Ma'ruf Amin: 70 Persen Kemiskinan Ekstrem Berada di Pesisir Pantai
Benarkah Menyapu di Malam Hari Bisa Sebabkan Rezeki Seret dan Kemiskinan? Simak Jawaban Buya Yahya
Bila Masih Penat karena Kemiskinan, Cobalah Datang ke Tempat Satu Ini, Urai Gus Baha Menurut Imam Ghozali
Diduga Depresi Kemiskinan, Seorang Ibu Tega Gorok Leher 3 Anaknya di Brebes
Ramadhan, Zakat, dan Kemiskinan