Hermansyah Kahir
Belajar di Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah (TMI) Al-Amien Prenduan (2004-2006)
Kontribusi pondok pesantren bagi kemajuan bangsa sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, sebelum republik ini merdeka, pesantren sudah ada dan mengakar kuat di tengah masyarakat.
Meskipun dalam perjalanannya sering kali dihadapkan dengan berbagai tantangan, tetapi eksistensi pesantren tetap kokoh dan terus berkontribusi bagi pembangunan bangsa ini. Pendek kata, peran pesantren tidak dapat dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Pondok pesantren memiliki kekhasan dalam hal pengajaran. Misalnya, sedari awal pesantren istiqamah membekali para santrinya dengan kitab-kitab kuning (baca: kitab tak berharakat) sebagai salah satu ikhtiar untuk mencetak calon-calon ulama yang mumpuni di bidang ilmu keislaman.
Pengajaran kitab kuning merupakan tradisi keilmuan pesantren yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan hingga saat ini tradisi itu terus berjalan.
Pesantren adalah lembaga pendidikan asli Indonesia di mana eksistensi dan tradisi keilmuannya perlu dijaga dan dilestarikan. Untuk itu, menjaga tradisi keilmuan pesantren merupakan sebuah keniscayaan.
Pembelajaran kitab kuning yang merupakan tradisi keilmuan pesantren perlu dijaga agar pesantren tidak kehilangan keunikannya sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia.
Biasanya pembelajaran kitab kuning di pesantren diberikan secara berjenjang, mulai level paling dasar hingga level paling tinggi.
Pembelajaran nahwu, misalnya, yang pertama dipelajari adalah kitab Jurumiyah karya Syekh ash-Shanhaji, kitab Imriti karya Syekh Yahya bin Nur al-Din Abi al-Khoir bin Musa al-Imrithi al-Syafi’i al-Anshori al-Azhari, dan kitab Alfiyah karya dari Syekh al-Imam Abu Abdillah bin Malik al-Tha’i al-Andalusi al-Jayyani al-Syafi’i.
Dalam pempelajari sebuah kitab, santri tidak boleh pindah ke level yang lebih tinggi sebelum benar-benar menguasai level paling dasar.
Sementara kitab-kitab lain yang juga diajarkan di pesantren mencakup; Sharraf, Balaghah, Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Tafsir, Tauhid, Tasawuf, dan Manthiq.
Selain itu, menjaga tradisi keilmuan pesantren merupakan upaya untuk menjamin ketersambungan (sanad) keilmuan hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan pempelajari suatu kitab kita bisa menelusuri sanad sang penulis kitab tersbut. Penulis itu berguru kepada siapa, dan apakah guru-gurunya bersambung kepada Rasulullah. Inilah tradisi pesantren yang mesti kita lestarikan.
Artikel Terkait
Almarhum Eril, Anak Ridwan Kamil, Punya Garis Keturunan dari Ulama yang Punya Pesantren di Banten
Jika Rindu pada Anak yang Ada di Pesantren, Ustadz Salim A Fillah Sarankan Baca Doa Ini
Pesantren Madinatul Ma'arif Puloampel Launching Serikat Dagang Amirul Mukminin, Terinspirasi Piagam Jakarta
Pesantren dan Penguatan Pendidikan Karakter
Izin Pesantren Shiddiqiyyah di Jombang Jawa Timur, Resmi Dicabut Kemenag